5 Puisi Galau Tentang Perpisahan
Kadang, perpisahan bukan hanya soal pergi, tapi juga tentang bagaimana hati harus belajar menerima kenyataan yang tidak pernah kita inginkan.
Puisi-puisi ini kutulis untukmu—bukan untuk menyalahkan, bukan untuk memohon kembali, tapi sebagai cara terakhirku melepaskan semua yang tersisa di dada.
Semoga kata-kata ini bisa menjadi saksi betapa besar aku pernah mencintaimu, dan betapa berat aku belajar merelakanmu.
1. Bayangan yang Pergi
Aku menunggumu di jalan sepi,
di antara lampu kota yang berkedip pelan,
tetapi yang datang hanya bayanganmu,
tak lagi tubuhmu, tak lagi suaramu.
Kau pernah janji, kita akan menua bersama,
menjaga luka dan tawa di satu rumah kecil,
namun kini janji itu terbang bersama angin,
meninggalkan aku pada dinding sunyi.
Aku masih menyebut namamu
dalam doa, dalam tangis, dalam sepi,
seakan-akan kau masih bisa mendengar,
padahal hatimu telah berpindah arah.
Jika benar cinta kita hanyalah singgah,
kenapa jejakmu menempel sedalam ini?
Kenapa senyummu menolak pergi,
bahkan setelah kau memilih meninggalkan aku?
Aku hancur,
tapi aku harus belajar berdiri,
meski setiap langkah terasa kosong,
karena dunia yang dulu berdua, kini hanya aku sendiri.
2. Luka yang Tak Sembuh
Ada ruang kosong di dadaku,
dulu dipenuhi hangat genggamanmu,
kini hanya dingin,
seperti musim yang tak lagi mengenal matahari.
Aku mencoba melupakan,
tetapi setiap sudut kota mengingatkanmu.
Bangku taman tempat kita bercanda,
kafe kecil tempat kau menatapku lama,
semua berubah jadi luka yang berdarah kembali.
Aku ingin bertanya:
apakah kau pernah menangis ketika memilih pergi?
Apakah hatimu juga retak,
atau hanya aku yang tertinggal dalam reruntuhan?
Setiap malam aku berbicara pada bintang,
berharap ada satu yang mengerti tangisku,
karena aku tahu,
suaramu tak akan lagi menjawabku.
Perpisahan ini bukan sekadar berpisah,
ini kehilangan separuh jiwaku,
yang kini entah akan kembali,
atau selamanya hilang dalam waktu.
3. Jalan Pulang yang Tak Sama
Kita pernah berjalan pada jalan yang sama,
tertawa pada mimpi-mimpi kecil,
menyusun rencana tentang masa depan,
seakan tak ada yang mampu merobohkan kita.
Namun ternyata,
jalan itu bercabang,
kau memilih arah yang bukan jalanku,
dan aku hanya mampu melihat punggungmu menjauh.
Aku menahan tangis,
karena aku tahu, memanggilmu tak ada gunanya.
Hatimu sudah tak lagi di sini,
tak lagi mengenalku sebagai rumahnya.
Kini aku berjalan sendiri,
dengan langkah berat,
mencoba mencari arti hidup baru,
meski hati masih tertinggal di jalan bersamamu.
Kau mungkin bahagia dengan pilihanmu,
dan aku akan belajar menerima,
bahwa tidak semua cinta ditakdirkan pulang,
ada yang hanya mampir untuk pergi.
4. Surat Terakhir untukmu
Aku menulis surat yang tak akan kukirimkan,
karena kau tak lagi ingin membaca isi hatiku.
Kertas ini basah oleh air mata,
namun tetap kupenuhi dengan kata-kata yang jujur.
Aku berterima kasih,
untuk semua senyum yang pernah kau beri,
untuk pelukan yang dulu membuatku percaya,
bahwa aku pantas dicintai.
Namun aku juga hancur,
karena kau pergi tanpa sisa,
membawa seluruh cahaya
dan meninggalkan aku dalam gelap yang panjang.
Aku ingin membencimu,
tapi hatiku menolak,
karena cinta ini terlalu dalam,
bahkan setelah kau patahkan.
Maka biarlah surat ini jadi penutup,
sebuah akhir tanpa jawaban,
hanya doa lirih yang kuselipkan,
semoga kau bahagia,
meski bukan bersamaku lagi.
5. Setelah Kepergianmu
Setelah kau pergi,
aku belajar bahwa sunyi bisa lebih keras dari teriakan,
bahwa sepi bisa lebih berat dari batu,
dan kehilangan bisa lebih dalam dari laut.
Aku mencoba tertawa,
tetapi tawa itu hampa,
karena tak ada lagi dirimu
yang menjadi alasan bahagiaku.
Hari-hari berlalu bagai bayangan panjang,
tak ada warna, hanya abu-abu,
dan aku terus berjalan dengan hati rapuh,
berharap suatu saat sembuh.
Namun setiap malam,
namamu masih terselip dalam doaku,
bukan untuk kembali,
hanya untuk memastikan kau baik-baik saja.
Aku sadar,
tidak semua yang kita cintai bisa kita miliki,
dan mungkin inilah yang namanya ikhlas:
melepaskan seseorang,
meski seluruh jiwa masih ingin menggenggamnya.
Penutupan
Kini biarlah kata-kata ini menjadi akhir yang tenang.
Aku tak lagi ingin menahanmu, juga tak ingin lagi bertanya mengapa.
Semoga kau bahagia dengan jalan yang kau pilih,
dan semoga aku pun menemukan caraku sendiri untuk sembuh.
Terima kasih karena pernah menjadi bagian dari hidupku,
meski akhirnya kita hanyalah cerita yang berhenti di tengah jalan.
Posting Komentar untuk "5 Puisi Galau Tentang Perpisahan "
Silahkan berkomentar sesuai ketentuan layanan dan kebijakan privasi blog kami